Langsung ke konten utama

Cinta dan Fanatisme Politik

Cinta dan Fanatisme Politik 
Oleh: Vina Dwi P

Pemilihan Presiden tinggal menghitung bulan lagi. Namun, persaingan sudah sangat memanas sehingga membakar emosi di antara dua kubu yang akan bertarung. Kebohongan, kebencian, kegilaan dalam berpolitik sudah tidak mempunyai batas kekaburan.
Bangsaku hari ini mengalami segmentasi akibat tajamnya wajah perbeadaan pilihan. Pengklaiman atas nama kebenaran menjadi sebuah budaya yang tumbuh subur dalam iklim politik bangsa kita. Pada akhirnya, masyarakat yang mengalami segmentasi tadi saling menyerang dengan hinaan, cercaan, dendam, karena kebencian pada perbedaan.

Nabi Muhammad Saw. Bersabda, “Maukah aku tunjukkan perbuatan yang lebih baik daripada puasa, shalat, dan sedekah? Kerjakan kebaikan dan prinsip-prinsip yang tinggi di tengah-tengah manusia”
Bukankah sabda Nabi itu berbanding terbalik dengan keadaan kita hari ini? Semangat cinta kasih, cinta moralitas, bertransformasi menjadi semangat kebencian dan permusuhan hanya karena perbedaan pilihan politik.

Prinsip-prinsip kemanusiaan yang menjujung tinggi cinta, perdamian, dan kebahagiaan telah sirna karena sakit mental, pikiran lusuh dan hati yang kumuh. Sigmund Freud mengatakan obat yang mujarab untuk penyakit mental adalah cinta. Karena kuatnya kehadiran daya cinta maka Sigmund Freud memandang ” psikoanalisis pada hakikatnya merupakan pengobatan lewat cinta”.

Adalah impian secara kolektif bangsa Indonesia mendambakan pilpres sejuk nan asri. Mari mulai mendinginkan suasana dengan saling menghormati dan menghargai segala perbedaan yang nampak di permukaan. Dalam agama pun dikatakan “perbedaan adalah rahmat.”
Mari sama-sama menyalakan lampu kesadaran dalam diri pribadi. Sesungguhnya hati dan fikiran terlalu lama kita buat berada dalam kegelapan. Sudah menjadi tugas kita untuk mewujudkan Pilpres yang penuh kecintaan satu sama lain.

Senyum-senyum akan berteberan di langit Indonesia ketika menghajati pilpres ini dengan cinta. Cinta sesama bangsa merupakan wujud dari cinta kepada Indonesia. Berhentilah untuk mengutuk kegelapan !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Instruktur Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Dalam Menjaga Pengkaderan Di Era Millenial

Tantangan Instruktur Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Dalam Menjaga Pengkaderan Di Era Millenial.                  Oleh : A. Humaeni Rizqi Latihan Kader Himpunan Mahasiswa Islam (LK HMI) pada hakekatnya merupakan bentuk perkaderan HMI yang berorientasi pada pembentukan watak, pola pikir, visi, orientasi berwawasan ke-HMI-an yang paling dasar. Posisi dan peranan Latihan Kader adalah untuk meletakan dasar-dasar bagi setiap kader HMI agar siap mengemban amanah dan tanggungjawab guna membangun bangsa Indonesia di masa depan. Pelatihan (training) di HMI sangat menentukan arah gerak dan dinamika para kader maupun organisasi, sehingga apabila pengelola atau penanggungjawab suatu training HMI salah dalam mengkomunikasikan dan mensosialisasikan semangat dan juga gagasan dasarnya maka akan salah pula pengembangan bentuk-bentuk pembinaan berikutnya, baik pada up-grading maupu aktivitas. Berkaitan pada persoalan-persoalan tersebut, dalam pelatihan di...

Himpunanku Terlalu Dini, Untuk Mati Saat Ini

Mengapa masih ada saja kader HMI yang meraup keuntungan dari organisasi tertua yang telah melahirkan banyak kader ini? Mengapa masih ada saja kader HMI yang hanya bisa mengkritik, tidak. Saya rasa bukan mengkritik, tetapi menjatuhkan. Menjatuhkan sesama kader, padahal di HMI bukankah " kita berteman lebih dari saudara"? Mengapa masih ada saja kader HMI yang muncul hanya ketika momen-momen politis, RAK contohnya. Lalu kemana ia ketika teman-teman kadernya yang lain sibuk untuk menjalankan dan menghidupkan roda organisasi? Sekedar menjadi pendengar diskusi saja tidak. Mengapa masih ada saja kader HMI yang sibuk untuk memprovokasi sana-sini? Mengapa tidak berjuang bersama membangun sebuah perjuangan? Baiklah jika berbeda pandangan ketika momen kontestasi, namun tak bisakah bersatu kembali atas nama Himpunan? Bukankah perbedaan adalah hal yang mutlak? Mari berdiskusi, bukannya malah saling memprovokasi. Setujukah kamu jika saya mengatakan " lebih mudah memenangkan sebua...

Politik Kemanusiaan Dengan Menerapkan Nilai-nilai Kemanusiaan di Era Digital

Politik Kemanusiaan Dengan Menerapkan Nilai-nilai  Kemanusiaan di Era Digital Oleh : Muhammad Azmy Faiz Indonesia merupakan negara peringkat kelima pengguna internet 143.260.000 jiwa atau sebanyak 53,7 % pada tahun 2017 berdasarkan data InternetWorldStats.com. Bagaimana dengan jumlah peningkatan penggunanya per tahun yang mana kita ketahui hampir setiap orang dikota-kota besar memiliki smartphone yang tersambung dengan Internet. Kita ketahui bahwasanya penggunaan digital yang mana melalui sosial media seperti Facebook, Instagram, Whatsapp maupun media informasi sejenisnya merupakan cara efektif dalam memberikan informasi. Terkait tentang agama, pendidikan, keluarga, pekerjaan, maupun politik. Tetapi alangkah mirisnya dinegeri kita ini seiring dengan  perkembangan teknologi dan informasi tersebut. Masyarakat kita masih banyak yang menggunakan untuk kesalahan maupun kejahatan seperti kasus penipuan, penculikan, pornografi, ujaran kebencian dan lain sebagainya. Seiring deng...