Langsung ke konten utama

TANTANGAN AGAMA DAN HMI DALAM ERA POLITIK DIGITAL (GERAKAN ISLAM POLITIK DI ERA DIGITAL)

                        Oleh: Luthfi Yacob

Agama dalam politik di negeri ini makin lama hanya menjadi salah satu momok dari sekian banyak hal yang dapat membantu dan memprakarsai setiap ajang tersebut, memang agama sendiri mempunyai peran dalam politik indonesia. Adapun contoh dari zaman penjajahan agama selalu memliliki peran dari mulai membantu kemerdekaan negara ini sampai dalam perumusan ideologi negara. Tapi peranan agama di setiap era kepemimpinan selalu berubah mulai dari zaman Soekarno, agama dan khususnya Islam memiliki peranannya tesendiri. Dipertengahan zaman tersebut partai besar Islam yaitu Masyumi tidak diajak lagi bergabung dalam kepemerintahannya, meski diawal Masyumi memang ikut dengan Soekarno sebelum mereka berbeda paham, namun setelah melepaskan Masyumi ia menggandeng NU, Perti, dan PSII untuk membantu kepemerintahannya, meski bukan atas nama partai tapi setidaknya ada individu yang masuk dan akhirnya menjadi wakil umat Islam di pemerintahan tersebut. Lalu kita lihat peranan agama di era selanjutnya yaitu Soeharto dalam buku Rizal Mallarangeng menyatakan bahwa Soeharto menggunakan Islam sebagai salah satu alat mempertahakan kekuasanya. Soeharto menggunakannya dengan cara memanfaatkan dan menggunakan peranan para elit sipil dalam membantu mempertahankan kekuasan, dan saat itu para pemimpin Islam dimasa awal rezim tersebut dijadikan sebagai musuh, kini diberikan kesempatan lebih besar oleh Soeharto dalam panggung politik di Indonesia. Keluasan tersebut juga dijadikan sebagai alat agar bisa mendapatkan dukungan dari para pemimpin Islam untuk rezim tersebut. Itu adalah salah satu rancangan Soeharto dalam mempertahankan elektabilitas kepemimpinannya dan selain itu ia juga membagikan hasil kepada setiap pendukungnya guna menjaga mereka agar mau mempertahankan kekuasaannya tersebut. Mungkin seperti itulah gambaran dari kecerdasan Soekarno dan Soeharto yang tidak lain dan tidak bukan dilakukan guna mempertahankan dan memperkuat stabilitas negara. 
 
Seperti yang kita ketahui politik SARA” dan disebutkan juga oleh Soe Hok Gie nampaknya benar, karena di negeri ini keanakaragaman Suku, Agama dan Ras bisa dijadikan sebagai alat propaganda untuk mengarahkan ke hal yang baik dan bisa juga kita selewangkan ke arah yang tidak baik. Liddle juga menambahkan bahwa kini masyarakat memilih bukan atas dasar rasional program antarpartai, tetapi lebih memilih karena loyalitas dan identitas agama, daerah dan suku. Namun dia juga berkata bahwa peranan daerah dan suku kini berkurang justru peranan agama menjadi sangat berpengaruh dalam pemilihan di zamannya. Dan itu semua terjadi di tahun belakang ini, yang mana agama dijadikan sebagai tembok pertahanan juga sebagai alat membentengi politik yang paling kokoh, tergantung bagaimana seseorang itu bisa atau tidaknya mempengaruhi tokoh-tokoh agama di negeri ini. Memang tidak menjadi suatu kesalahan bagi seseorang yang akhirya mengikuti para pemuka/tokoh agama untuk diikuti, tapi akhir dari semua itu menjadi sebuah kesalahan jikalau tokoh/pemuka agama tersebut sudah tidak benar-benar membela dan mendukung seseorang lantaran karena memang orang itu, misalkan; baik serta jujur, tetapi malah membelanya karena dasar kepentingan uang, jabatan, dan lainnya yang pada akhirnya berorientasi pada kepentingan dirinya dan kawanan-nya. Memang sulit sekali agar bisa memahami manakah tokoh agama yang benar-benar mendukung dengan murni ketulusan niat tanpa ada embel-embel lainnya.

Politik serta agama dalam kehidupan memang sejatinya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan karena memang manusia sebagai makhluk sosial yang mana perlu politik. Seperti apa yang juga telah dibicarakan oleh Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk politik yang mana itu menjadi suatu kecenderungan alami dan tidak dihindarkan oleh manusia dan hanya sedikit orang yang cenderung mengasingkan dirinya. Aristo juga menekankan Hakikat kehidupan sosial merupakan politik dan interaksi satu sama lain dari dua atau lebih orang sudah pasti akan melibatkan hubungan politik, lalu ditekankan juga oleh David Mathews dalam bukunya Ekologi Demokrasi bahwa politik seharusnya menjadi profesi paruh waktu dan menjadi salah satu cara guna menyelesaikan suatu masalah. 

Menurut Aristoteles dan David Mathews keduanya menerangkan bahwa secara hakikat politik dan manusia tidak bisa dilepaskan karena memang manusia adalah makhluk politik seperti yang telah diucap Arisototeles.
Dan kini era digital yang kita kenal muncul bersamaaan dengan digital, jaringan internet khususnya teknologi informasi komputer. Lalu media baru dalam digital memiliki karakteristik dapat dimanipulasi, bersifat jaringan atau internet. Media massa kini beralih ke media baru/internet karena disebabkan adanya pergeseran budaya dalam sebuah penyampain informasi, seperti itulah ujar Wawan Setiawan dalam jurnalnya. Selanjutnya ia juga menyebutkan bahwa melalui media massa yang baru ini masyarakat dapat menerima informasi dengan cepat, namun dalam perpindahan tersebut terdapat sisi positif dan negatif, lalu di era digital ini juga dijadikan sebagai alat propaganda politik SARA yang dimainkan oleh media massa. Lalu Gun Gun menerangkan dalam bukunya bahwa media massa memiliki kekuatan untuk membentuk realitas sosial, namun dalam konteks kekuatanya ini yang akhirnya media massa dapat dijadikan alat ampuh dalam membentuk opini publik yang pada akhirnya dimanfaatkan untuk memanipulasi keadaan serta peradilan. Lalu yang paling merisaukan terkait peran media massa ke depan adalah distorsi politik media dan pada akhirnya menjadi suatu godaan bagi media dan juga jurnalis untuk berperan dalam rivalitas politik. Deddy Mulyana menjelaskan bahwa media massa akan efektif dalam membentuk pendapat mengenai isu-isu baru bila individu dan kelompoknya belum mempunyai pendapat mengenai isu tersebut, namun jika individu tidak memiliki informasi lainnya mengenai isu tersebut akan menjadi seuatu opini yang diperteguhkannya. Dan sangat disayangkan dalam negeri ini terlalu mudah media digital digunakan untuk membuat isu yang akhirnya menyebabkan masyarakat enggan untuk mencari berita yang benar. Pada sejatinya menurut Gun-Gun media bukanlah alat kekuasaan juga bukan alat politisasi dan media juga harus berada ditengah kontestasi politik dengan jelas dan tegas. 

Bahkan dari salah satu hasil survei mengatakan bahwa ada 43.000 situs di indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Namun yang sudah tersertifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu dan wajib untuk diwaspadai, hasil itu di bagikan oleh Survei Persepsi Anak Muda menuju Indonesia 2045, yang mana bisa menyebabkan berbagai kemungkinan terhadap masyarakat dan dengan mudah para elit politik atau penguasa memanfaatkannya. Begitu peliknya memang mengenai media massa di era digital yang memiliki karakteristik dapat dimanipulasi itu, sehingga kita sebagai masyarakat harus pandai serta selektif dalam memilih informasi/isu dan berharap pada jurnalis tidak terjerumus kedalam lubang fiktif penuh dengan kebohongan. 
 
Lalu sebagai kader HMI yang memiliki tujuan Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Sunhanahu Wataala . Maka dari itu kader HMI bertanggung jawab dan wajib berperan sebagai motor penggerak pembawa perubahan yang lebih baik dalam membangun bangsa dan agama. HMI menjadi salah satu penanggung jawab atas umat dan bangsa ini, karena memang berdirinya HMI sesuai dalam buku yang berjudul HMI dalam pandangan seorang pendeta, dalam pedoman lengkap kongres muslim Indonesia tahun 1949 di Yogyakarta, ditulis oleh Lafran Pane sendiri. Judulnya adalah keadaan dan kemungkinan budaya Islam di Indonesia. Bahwa ide dasar pembaharuan yang dirintis dan diperjuangkan HMI sejak beridiri dan hingga sekarang meliputi lima aspek. Pertama aspek ke-agamaan, kedua aspek kebudayaan, ketiga aspek politik, keempat aspek pendidikan, dan kelima aspek ekonomi. Dari kelima aspek ide dasar pembaharuan yang dirintis dan diperjuangkan itu terdapat politik, oleh karena itu kader HMI harus juga memiliki peran dan tanggung jawab atas permasalahan dalam politik yang ada di negeri ini namun tidak terjun secara langsung dalam politik praktis. 

Sayangnya kini beberapa kader HMI mengalami kelupaan dan keengganan untuk mempertahankan kelima aspek tersebut, seperti dalam buku 44 indikator kemunduran HMI yang ditulis oleh Agussalim Sitompul. Dalam buku tersebut menyebutkan salah satu indikatornya, bahwa kini HMI dan kader-kader penerus kurang mampu mengikuti jejak para pendahulunya yang memiliki padangan visioner, sebagaimana dilakukan pemerkasa pendiri HMI Lafran Pane dan para penerusnya. Kurang lebih dalam buku itu HMI kian lama bukan lagi menjadi oraganisasi yang pada sejatinya merupakan organisasi perjuangan dan organisasi perkaderan. Oleh karena itu seharusnya kader yang lahir dari proses penempaan HMI, dimanapun ia berada, boleh jadi tak berkelebihan untuk dikatakan mampu berperan aktif, sebagai pelopor dan bukan pengekor, itu semua dikatakan dalam buku HMI mengayuh diantara cita dan kritik. Bahkan panglima besar Jendral Sudirman dalam Dies Natalis 1 HMI di Yogyakarta mengatakan hendaknya HMI menjadi Harapan Masyarakat Indonesia. Memang sejatinya HMI adalah organisasi yang mulia dan sangat sudah mapan, tapi sekarang HMI terus bergeser dari apa yang telah di cita-citakan oleh para pendahulunya dan semoga kini kader HMI bisa sadar bahwa pentingnya kader HMI terhadap umat dan bangsa ini. 

Adapun hal-hal yang harus segera dilakukan oleh kader HMI dalam membantu mengatasi permasalahan dan tantangan zaman dengan mulai berperan dalam pendidikan politik di negeri ini, memberikan pengarahan terhadap penggunaan media massa/sosial, dan menjadikan HMI sebagai penyumbangkan media pemberi berita dan opini realitas sosial yang sesungguhnya bukan atas campur tangan salah satu politisi. Pada akhirnya kader HMI memiliki perannya kembali di dalam masyarakat dan memberikan sumbangan besar dalam memberikan informasi kepada masyarakat dengan membentuk media massa yang selalu memberikan informasi tentang realitas sosial yang terjadi di negeri ini atau bisa juga HMI menjadi salah satu wadah dalam penyaring berita yang beredar di masyarakat. Jika HMI bisa melakukan terobosan-terobosan tersebut maka HMI dapat menjadi oraganisasi penjawab tantangan zaman.  Karena memang sejatinya HMI sendiri mendidik dan menempa setiap kadernya bertanggung jawab atas terbinanya masyarakat adil, makmur yang diridhai oleh Allah Subhanahu wataala yang telah termaktub sebagai tujuan HMI, semoga kita bisa menjalankan tugas besar itu sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Instruktur Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Dalam Menjaga Pengkaderan Di Era Millenial

Tantangan Instruktur Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Dalam Menjaga Pengkaderan Di Era Millenial.                  Oleh : A. Humaeni Rizqi Latihan Kader Himpunan Mahasiswa Islam (LK HMI) pada hakekatnya merupakan bentuk perkaderan HMI yang berorientasi pada pembentukan watak, pola pikir, visi, orientasi berwawasan ke-HMI-an yang paling dasar. Posisi dan peranan Latihan Kader adalah untuk meletakan dasar-dasar bagi setiap kader HMI agar siap mengemban amanah dan tanggungjawab guna membangun bangsa Indonesia di masa depan. Pelatihan (training) di HMI sangat menentukan arah gerak dan dinamika para kader maupun organisasi, sehingga apabila pengelola atau penanggungjawab suatu training HMI salah dalam mengkomunikasikan dan mensosialisasikan semangat dan juga gagasan dasarnya maka akan salah pula pengembangan bentuk-bentuk pembinaan berikutnya, baik pada up-grading maupu aktivitas. Berkaitan pada persoalan-persoalan tersebut, dalam pelatihan di HMI, sangat dibutuhkan lembaga serta forum

Mendengarkan dan Akhirnya Jatuh Cinta

"MENDENGARKAN DAN AKHIRNYA JATUH CINTA"                       Oleh: Aidil Fitri Perkenalan saya dengan HMI sudah terjadi sejak saya duduk di kursi SMA. Banyak saudara, tetangga, bahkan kerabat saya yang sedang kuliah menyebutkan dan menempelkan stiker HMI entah itu di jendela rumah, pintu kamar,  helm, cover buku, dan sebagainya. Sehingga membuat saya tidak begitu asing dengan logo HMI itu sendiri. Pernah waktu itu terlintas di pikiran saya "apasih itu HMI?, kenapa kok logonya kayak gitu? Kenapa orang2 pada pasang stiker HMI dimana-mana, dan kenapa banyak orang yang suka menyebutkan kata HMI? sebenarnya HMI itu apa?". Sampai pada akhirnya, saya menuangkan segala pertanyaan saya ke rekan dan saudara saya yang merupakan kader HMI. Lalu, tanpa kesengajaan mereka menjawab hal yang serupa, "Kalau mau tau jawabannya, kamu jadi mahasiswa terlebih dahulu, dan gabung sama saya di HMI. Biar paham." Jawaban yang sangat tidak membuat diri saya puas sama sekali.